Sejarah Perkembangan


.

Prinsip Akuntansi Indonesia 

Pengembangan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia dimulai sejak tahun 1973 dengan dibentuknya Panitia Penghimpun Bahan-Bahan dan Struktur GAAP (Generally Accepted Accounting Principles) dan GAAS (Generally Accepted Auditing Standards). Menjelang pengaktifan pasar modal di Indonesia pada tahun 1974, sebagai wadah profesi akuntansi yang senantiasa mengubah tantangan menjadi peluang bagi kemajuan akuntan dalam dunia bisnis, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) kemudian membentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (Komite PAI) serta melakukan kodifikasi prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu buku “Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI)” yang mengacu pada US GAAP.

Seiring dengan perkembangan pasar modal yang bergerak dengan sangat pesat, Komite PAI juga menerbitkan standar akuntansi khusus untuk industri dan badan hukum tertentu, antara lain standar akuntansi dana pensiun, perkoperasian, asuransi kerugian, minyak dan gas bumi, sewa (guna usaha), perbankan (SKAPI), kehutanan, dan lain-lain.

Standar Akuntansi Keuangan (SAK) 
Pada tahun 1994, IAI melakukan revisi total terhadap PAI dan melakukan kodifikasi dalam buku “Standar Akuntansi Keuangan (SAK)” yang mulai berharmonisasi dengan standar akuntansi keuangan internasional. Perubahan nama dari PAI menjadi SAK dilakukan dengan pertimbangan bahwa prinsip lebih bersifat baku dan memberikan konsep dasar penyusunan standar sedangkan standar bersifat lebih fleksibel dan dapat berubah sesuai dengan dinamika bisnis. Karena pergantian nama tersebut, Komite PAI lalu juga berganti nama menjadi Komite SAK.
Untuk menghasilkan standar akuntansi yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan dunia usaha, SAK terus direvisi dan disempurnakan hingga 7 kali yakni pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, 1 September 2007 dan 1 Juli 2009. Pada tahun 1998, Komite SAK lalu diubah menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) yang diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan SAK.

Konvergensi SAK 
Sebagai tindaklanjut dari salah satu butir kesepakatan Anggota G-20 pada tahun 2009, IAI telah mencanangkan dilaksanakannya program konvergensi SAK ke International Financial Reporting Standards (IFRS Standards) secara bertahap dengan dukungan dari regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (d/h Bapepam-LK) Bank Indonesia, Kementerian Negara BUMN, Direktorat Jenderal Pajak, dan regulator lainnya. Dampak program konvergensi ini menyebabkan SAK menjadi bersifat principle-based, banyak menggunakan dasar pengukuran nilai wajar, memerlukan professional judgement serta pengungkapan dalam laporan keuangan. Dampak lain dari program konvergensi ini adalah dicabutnya beberapa PSAK yang khusus untuk industri tertentu karena pengaturan tersebut sudah diatur secara umum dalam SAK yang mengacu ke IFRS Standards.

Konvergensi Tahap Pertama 
Konvergensi tahap pertama dilakukan pada tahun 2012 di mana pada umumnya SAK per 1 Juni 2012 telah mengacu pada IFRS Standards per 1 Januari 2009. SAK per 1 Juni 2012 terdiri dari Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK), dan Pernyataan Pencabutan Standar Akuntansi Keuangan (PPSAK) yang telah disahkan termasuk yang sudah berlaku efektif per tahun 2012 maupun yang belum berlaku efektif per tahun 2012. SAK per 1 Juni 2012 juga dilengkapi dengan Buletin Teknis (Bultek) yang merupakan salah satu produk yang diterbitkan oleh DSAK IAI namun bukan merupakan bagian dari standar.

Konvergensi Tahap Kedua 
Dalam rangka mengikuti perkembangan standar akuntansi global yang sangat progresif, konvergensi tahap kedua terus dilakukan pada tahun 2013 dan 2014. Efektif per 1 Januari 2015, SAK yang berlaku di Indonesia secara garis besar telah berkonvergen dengan IFRS Standards yang berlaku efektif per 1 Januari 2014. Dengan demikian, perbedaan gap antara SAK dan IFRS Standards telah diminimalisir dari 3 tahun menjadi 1 tahun. Hingga saat ini, DSAK IAI juga masih memegang teguh komitmennya untuk menjaga 1 tahun perbedaan gap antara SAK dan IFRS Standards.

SAK efektif per 1 Januari 2015 terdiri dari produk berbasis IFRS Standards seperti PSAK dan ISAK baru, revisi, amendemen dan yang telah melalui proses penyesuaian. SAK efektif per 1 Januari 2015 ini juga dilengkapi PPSAK dan produk non-IFRS Standards seperti PSAK 28: Akuntansi Kontrak Asuransi Kerugian, PSAK 36: Akuntansi Kontrak Asuransi Jiwa, PSAK 38: Kombinasi Bisnis Entitas Sepengendali, PSAK 45: Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba, dan ISAK 25: Hak atas Tanah. 
SAK efektif per 1 Januari 2017 menambahkan PSAK/ISAK baru yang terdiri dari PSAK 70: Akuntansi Aset dan Liabilitas Pengampunan Pajak, ISAK 30: Pungutan, dan ISAK 31: Interpretasi atas Ruang Lingkup PSAK 13: Properti Investasi. Selain itu, SAK efektif per 1 Januari 2017 juga menambahkan beberapa PSAK yang telah mengalami amendemen dan penyesuaian tahunan seperti PSAK 1: Penyajian Laporan Keuangan, PSAK 3: Laporan Keuangan Interim, PSAK 4: Laporan Keuangan Tersendiri, PSAK 5: Segmen Operasi, PSAK 7: Pengungkapan Pihak-pihak Berelasi, PSAK 13: Properti Investasi, PSAK 15: Investasi pada Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama, PSAK 16: Aset Tetap, PSAK 19: Aset Takberwujud, PSAK 22: Kombinasi Bisnis, PSAK 24: Imbalan Kerja, PSAK 25: Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan, PSAK 53: Pembayaran Berbasis Saham, PSAK 58: Aset Tidak Lancar yang Dikuasai untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan, PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan, PSAK 65: Laporan Keuangan Konsolidasian, PSAK 66: Pengaturan Bersama, PSAK 67: Pengungkapan Kepentingan dalam Entitas Lain, dan PSAK 68: Pengukuran Nilai Wajar.

SAK efektif per 1 Januari 2018 menambahkan PSAK/ISAK baru, yaitu PSAK 69: Agrikultur. Selain itu, SAK efektif per 1 Januari 2018 juga menambahkan beberapa PSAK yang telah mengalami amendemen, yaitu PSAK 2: Laporan Arus Kas, PSAK 13: Properti Investasi, PSAK 16: Aset Tetap, PSAK 46: Pajak Penghasilan dan PSAK 53: Pembayaran Berbasis Saham. Sedangkan beberapa PSAK yang mengalami penyesuaian tahunan, yaitu PSAK 15: Investasi pada Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama dan PSAK 67: Pengungkapan Kepentingan dalam Entitas Lain. 

SAK efektif per 1 Januari 2022 menambahkan Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan (yang disahkan oleh DSAK IAI per 11 Desember 2019) serta ISAK baru yang terdiri dari ISAK 35: Penyajian Laporan Keuangan Entitas Berorientasi Nonlaba dan ISAK 36: Interpretasi atas Interaksi antara Ketentuan Mengenai Hak atas Tanah dalam PSAK 16: Aset Tetap dan PSAK 73: Sewa. Selain itu, SAK efektif per 1 Januari 2022 juga menambahkan beberapa PSAK atau ISAK yang telah mengalami amendemen dan penyesuaian tahunan dari buku sebelumnya seperti, PSAK 1: Penyajian Laporan Keuangan, PSAK 13: Properti Investasi, PSAK 15: Investasi pada Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama, PSAK 22: Kombinasi Bisnis, PSAK 24: Imbalan Kerja, PSAK 25: Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan, PSAK 26: Biaya Pinjaman, PSAK 46: Pajak Penghasilan, PSAK 48: Penurunan Nilai Aset, PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran, PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan, PSAK 62: Kontrak Asuransi, PSAK 66: Pengaturan Bersama, PSAK 71: Instrumen Keuangan, PSAK 73: Sewa dan ISAK 16: Perjanjian Konsesi Jasa.